Minggu, 18 November 2012

PERTANIAN BERKELANJUTAN




A. Definisi

Menurut Sanganatan (1989) bahwa istilah umum “pertanian” berarti kegiatan menanami tanah dengan tanaman yang nantinya menghasilkan suatu yang dapat dipanen, dan kegiatan pertanian merupakan campur tangan manusia terhadap tumbuhan asli dan daur hidupnya. (Rohmad, 2012)

Pertanian Berkelanjutan adalah keberhasilan dalam mengelola sumberdaya untuk kepentingan pertanian dalam memenuhi kebutuhan manusia, sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan serta konservasi sumberdaya alam. (Sihotang, 2009)

B. Kriteria sistem pertanian berkelanjutan

Sistem pertanian berkelanjutan harus dievaluasi berdasarkan pertimbangan beberapa kriteria, antara lain:

1. Aman menurut wawasan lingkungan, berarti kualitas sumberdaya alam dan vitalitas keseluruhan agroekosistem dipertahankan/mulai dari kehidupan manusia, tanaman dan hewan sampai organisme tanah dapat ditingkatkan. Hal ini dapat dicapai apabila tanah terkelola dengan baik, kesehatan tanah dan tanaman ditingkatkan, demikian juga kehidupan manusia maupun hewan ditingkatkan melalui proses biologi. Sumberdaya lokal dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga dapat menekan kemungkinan terjadinya kehilangan hara, biomassa dan energi, dan menghindarkan terjadinya polusi. Menitikberatkan pada pemanfaatan sumberdaya terbarukan.

2. Menguntungkan secara ekonomi, berarti petani dapat menghasilkan sesuatu yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya sendiri/ pendapatan, dan cukup memperoleh pendapatan untuk membayar buruh dan biaya produksi lainnya. Keuntungan menurut ukuran ekonomi tidak hanya diukur langsung berdasarkan hasil usaha taninya, tetapi juga berdasarkan fungsi kelestarian sumberdaya dan menekan kemungkinan resiko yang terjadi terhadap lingkungan.

3. Adil menurut pertimbangan sosial, berarti sumberdaya dan tenaga tersebar sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat dapat terpenuhi, demikian juga setiap petani mempunyai kesempatan yang sama dalam memanfaatkan lahan, memperoleh modal cukup, bantuan teknik dan memasarkan hasil. Semua orang mempunyai kesempatan yang sama berpartisipasi dalam menentukan kebijkan, baik di lapangan maupun dalam lingkungan masyarakat itu sendiri.

4. Manusiawi terhadap semua bentuk kehidupan, berarti tanggap terhadap semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan dan manusia) prinsip dasar semua bentuk kehidupan adalah saling mengenal dan hubungan kerja sama antar makhluk hidup adalah kebenaran, kejujuran, percaya diri, kerja sama dan saling membantu. Integritas budaya dan agama dari suatu masyarakat perlu dipertahankan dan dilestarikan.

5. Dapat dengan mudah diadaptasi, berarti masyarakat pedesaan/petani mampu dalam menyesuaikan dengan perubahan kondisi usahatani: pertambahan penduduk, kebijakan dan permintaan pasar. Hal ini tidak hanya berhubungan dengan masalah perkembangan teknologi yang sepadan, tetapi termasuk juga inovasi sosial dan budaya.

Sedangkan menurut Van der Heide et al., 1992 kriteria pertanian berkelanjutan dari suatu perkembangan pola tanam, dengan menitikberatkan pada usaha pengendalian masalah lingkungan pada tingkat lokal, regional dan nasional/global. (http://www.worldagroforestry.org/sea/Publications/files/book/BK0028-04/BK0028-04-3.pdf)


Tingkat lokal (petani)

a. Dapat mempertahankan sumber alam sebagai penunjang produksi tanaman untuk jangka panjang, dengan cara:

- Mengontrol erosi dan memperbaiki struktur tanam

- Mempertahankan kesuburan tanah dengan cara menjaga keseimbangan hara

- Mengusahakan diversifikasi tanaman di lahannya

b. Dapat mempertahankan produktivitas lahan dengan tenaga kerja yang cukup:

- Swa-sembada penyediaan pangan, kayu bakar dan hasil sampingan lainnya

c. Dapat mengatasi risiko gagal panen akibat musim yang kurang cocok, hama, penyakit, gulma dan turunnya harga pasaran, melalui :

- Mempertahankan diversifikasi (setiap komponen dengan kelebihannya masing-masing.

- Mampu bertahan bila mengalami kegagalan dalam produksi

d. Dapat menyediakan dan memberikan peluang untuk perbaikan dan pengembangan:

- Penelitian pada tingkat petani untuk mendapatkan teknologi yang dibutuhkan

- Paket teknologi yang cocok untuk berbagai kondisi

Tingkat Regional (desa)

a. Tidak ada efek negatif terhadap lingkungan, misalnya:

- Tidak ada erosi atau pengendapan dan pendangkalan pada sungai dan danau

- Tidak ada pencemaran air tanah maupun air permukaan

- Tidak terjadi pencemaran yang berkaitan dengan agroindustri

b. Tidak terdapat 'kelaparan' tanah (yang berkaitan dengan A dan B):

- Tidak ada perambahan terhadap sumber daya hutan dan suaka alam

Tingkat Nasional/Global

a. Tidak ada ketergantungan terhadap sarana produksi yang berasal dari industri ataupun bahan import.

b. Tidak menimbulkan masalah emisi gas yang dapat merubah komponen iklim.

C. Metode pertanian berkelanjutan dengan menggunakan pertanian secara organik 
a. Definisi
Seringkali terdapat pemahaman yang keliru tentang “pertanian alami” dan “pertanian organik”. Kedua istilah tersebut praktek sering dianggap sama. Akan tetapi beberapa pendapat di bawah ini membuat lebih jelas. Fukuoka (1985) mengemukakan empat langkah menuju pertanian alami, dan menjelaskan prinsip pertanian alami:
- Tanpa olah tanah. Tanah tanpa diolah atau dibalik. Pada prinsipnya tanah mengolah sendiri, baik mengangkut memasuknya perakaran tanaman maupun kegiatan mi­krobia tanah, mikro fauna dan cacing tanah.
- Tidak digunakan sama sekali pupuk kimia maupun kompos. Tanah dibiarkan begitu saja, dan tanah dengan sendirinya akan memelihara kesuburannya. Hal ini mengacu pada proses daur-ulang tanaman dan hewan yang terjadi di bawah tegakan hutan.
- Tidak dilakukan pemberantasan gulma baik melalui pengolahan tanah maupun penggunaan herbisida. Pemakaian mulsa jerami, tamanan penutup tanah maupun penggenangan sewaktu-waktu akan membatasi dan menekan pertumbuhan gulma.
- Sama sekali tidak tergantung pada bahan kimia. Sinar matahari, hujan dan tanah merupakan kekuatan alam yang secara langsung akan mengatur keseimbangan kehidupan alami.

Istilah pertanian organik menghimpun seluruh imajinasi petani dan konsumen yang secara serius dan bertanggung jawab menghindarkan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Mereka juga berusaha untuk menghasilkan produksi tanaman yang berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah menggunakan sumber daya alami seperti mendaur-ulang limbah pertanian. Dengan demikian pertanian organik merupakan gerakan “kembali ke alam”. (Rohmad, 2012)

Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Di sisi lain, Pertanian organik meningkatkan kesehatan dan produktivitas di antara flora, fauna dan manusia. (Sihotang, 2009)

b. Prinsip Ekologi Pertanian Organik
Prinsip ekologi dalam penerapan pertanian organik dapat dipilahkan sebagai berikut:
- Memperbaiki kondisi tanah sehingga menguntungkan pertumbuhan tanaman, terutama pengelolaan bahan organik dan meningkatkan kehidupan biologi tanah.
- Optimalisasi ketersediaan dan keseimbangan daur hara, melalui fiksasi nitrogen, penyerapan hara, penambahan dan daur pupuk dari luar usaha tani.
- Membatasi kehilangan hasil panen akibat aliran panas, udara dan air dengan cara mengelola iklim mikro, pengelolaan air dan pencegahan erosi.
- Membatasi terjadinya kehilangan hasil panen akibat hama dan penyakit dengan melaksanakan usaha preventif melalui perlakuan yang aman.
- Pemanfaatan sumber genetika (plasma nutfah) yang saling mendukung dan bersifat sinergisme dengan cara mngkombinasikan fungsi keragaman sistem pertanian terpadu.

Masing-masing prinsip tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap produktivitas, keamanan, kemalaratan (continuity) dan identitas masing-masing usaha tani, tergantung pada kesempatan dan pembatas faktor lokal (kendala sumber daya) dan dalam banyak hal sangat tergantung pada permintaan pasar.

Pada prinsipnya, aliran hara terjadi secara konstan. Unsur hara yang hilang atau terangkut bersama hasil panen, erosi, pelindian dan volatilisasi harus digantikan. Untuk mempertahankan sistem usaha tani tetap produktif dan sehat, maka jumlah hara yang hilang dari dalam tanah dan tidak melebihi hara yang ditambahkan, atau harus terjadi keseimbangan hara di dalam tanah setiap waktu. (Rohmad, 2012)

c. Kendala pertanian organik di Indonesia
Beberapa kendala dari pertanian organik di Indonesia (Rohmad, 2012):
bulkiness pupuk organik, takarannya harus banyak, dan dapat menghadapi persaingan dengan kepentingan lain dalam memperoleh sisa pertanaman dan limbah organik dalam jumlah yang cukup. Misalnya, limbah panen digunakan untuk makanan ternak, jerami padi diminati pabrik kertas, ampas tebu digunakan sendiri oleh pabrik gula sebagai bahan bakar, sampah kota dan pemukiman digunakan untuk menimbun lahan yang rendah atau cekungan untuk memperluas lahan yang dipersiapkan untuk mendirikan bangunan terutama di kota-kota besar.
- Pupuk hayati masih berada pada taraf awal pengembangan. 
- Pertanian organik belum dapat ditetapkan secara murni mengingat cukup banyak kendala yang dihadapi. - - Pada tahap awal penerapan pertanian organik masih perlu dilengkapi pupuk mineral, terutama pada tanah-tanah yang miskin hara.

d. Contoh pertanian berkelanjutan dengan sistem pertanian organik di tokoh STOP     
    STROWBERRY, diBali


Gambar 1 Buah Strowberry dengan sistem mulsa dan pupuk organik
Gambar 2 Tata Penanaman Strowberry 

      Sistem pertanian berkelanjutan yang dilaksanakan di toko ini lebih cenderung sekam padi sebagai pupuk organik. Penyiraman dilaksanakan secara manual dengan disiram melalui bantuan selang. Strowberry ini ditanam secara hidroponik. Pada saat kunjungan ini kami melihat banyak strowberry yang tumbuh dan siap dipetik. Penjualan strowberry 1 Kg Rp 50.000,-. Penjualan dengan harga tinggi ini merupakan prospek pendapatan yang baik bagi para petani untuk memulai pertanian dengan sistem pertanian organik.

Daftar Pustaka

Rohmad, 2012, Sistem Pertanian Berkelanjutanhttp://rohmatfapertanian.wordpress.com/2012/07/01/sistem-pertanian-berkelanjutan/,  diakses 19 November 2012
Sihotang, Benediktus, 2009, Pembangunan Pertanian Berkelanjutan dengan Pertanian Organik,      http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/detailberita/110, diakses 19 November 2012
http://www.worldagroforestry.org/sea/Publications/files/book/BK0028-04/BK0028-04-3.pdf, diakses 19 November 2012

Sabtu, 10 November 2012

Konservasi Tanah dan Air



A.       Definisi Konservasi Tanah dan Air
Tanah menurut pengertian sehari-hari merupakan tempat berpijak makhluk hidup di darat, fondasi tempat tinggal, dan sebagainya. Secara ilmiah, tanah merupakan media tempat tumbuh tanaman. Menurut Simmonson (1957), tanah adalah permukaan lahan yang kontinyu menutupi kerak bumi kecuali di tempat-tempat berlereng terjal, puncak-puncak pegunungan, daerah salju abadi. Sedangkan menurut Soil Survey Staff (1973), tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusun-penyusunnya, yang meliputi bahan organik yang sesuai bagi perkembangan akar tanaman. (Beydha, 2002)
Menurut Sitanala Arsyad (1989), Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Dalam arti yang sempit konservai tanah berarti upaya mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi (Berliana, 2012)
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapatdikatakan konservasi tanah dan air merupakan suatu tindakan atau upaya yang dilakukan manusia guna meningkatkan fungsi lahan menjadi lebih produktif, sehingga tidak terjadi kerusakan tanah dan air, namun dapat meminimalkan dampak negatif.

B.        Metode Konservasi Tanah dan Air
Metode Konservasi tanah dan air di bedakan menjadi tiga, yaitu:
a.         Metode Mekanis
Merupakan metode yang menggunakan sarana fisik seperti tanah dan batu sebagai sarana konservasi tanah. Tujuan dari metode ini ialah memperlambat aliran air di permukaan, mengurangi erosi serta menampung dan mengalirkan aliran air di permukaan. Metode mekanis dikelompokkan menjadi terras kredit, terras guludan dan terras bangku.
Teras kredit  merupakan bangunan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT), dengan fungsi dan tujuannya adalah terkendalinya erosi, berkurangnya kecepatan aliran permukaan, bertambahnya peresapan air ke dalam tanah, serta terkendalinya aliran permukaan yang tidak meresap ke dalam tanah. (Mawardi, 2011)




b.        Metode Vegetatif
       Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman atau tumbuhan dan sisa-sisanya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh, mengurangi jumlag dan daya rusak aliran permukaan dan erosi. Fungsi dari metode vegetatif adalah (Aidia, 2011):
      1. Untuk melindungi tanah terhadap daya perusak butir-butir hujan yang jatuh.
      2. Untuk Melindungi tanah terhadap daya perusak aliran air di atas permukaan tanah.
      3. Untuk memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah dan penahan air yang langsung
          mempengaruhi besarnya aliran permukaan.

          Usaha-usaha yang dilakukan untuk pengawetan tanah dan air menggunakan metode  vegetatif ini meliputi (Kyaine, 2008): 
               1.    Penanaman tanaman secara berjalur (strip cropping). Cara ini terutama untuk      menghindari pengolahan lahan yang cukup luas. Dengan demikian ada bagian yang  diolah dan ada bagian yang diusahakan. Dalam cara ini semua pekerjaan pengolahan tanah dilakukan searah dengan jalur/baris.
2.        Pergiliran tanaman dengan tanaman pupuk hijau. Setiap pergantian musim, petak lahan yang diusahakan ditanami tanaman secara bergilir. Misalnya pada suatu areal tanah ditanami suatu tanaman semusim tertentu dan untuk musim tanam berikutnya, bekas areal tanah tersebut ditanami tanaman pupuk hijau.
3.        Penanaman rumput/makanan ternak. Cara ini sangat sesuai bila diterapkan pada daerah yang mempunyai populasi ternak cukup tinggi. Penanaman rumput dapat digabung dengan tanaman tahunan.
4.        Penanaman tanaman tahunan. Jenis tanaman yang dapat dipergunakan seperti sejenis kayu-kayuan, buah-buahan atau tanaman industri. Dalam penanamannya perlu memperhatikan tempat tumbuh (ekologis) dan hasil yang diharapkan (ekonomis) serta sisa-sisa (seresah) tanaman yang cukup banyak.
5.        Penggunaan sisa-sisa tanaman untuk penutup tanah. Cara ini untuk mencegah kerusakan tanah, yaitu menutup permukaan tanah dengan bahan organik, yang paling mudah didapatkan berupa sisa-sisa tanaman.
Berikut Beberapa teknik konservasi tanah dan air yang mampu mengendalikan erosi dapat ditempuh melalui cara vegetatif seperti pertanaman lorong (alley cropping), silvipastura, dan pemberian mulsa (Departemen Pertanian, 2007).

              1. Pertanaman lorong
        Pertanaman lorong (alley cropping) adalah sistem bercocok tanam dan konservasi tanah  dimana barisan tanaman perdu leguminosa ditanam rapat (jarak 10-25 cm) menurut garis kontur (nyabuk gunung) sebagai tanaman pagar dan tanaman semusim ditanam pada lorong di antara tanaman pagar. Persyaratan ialah memiliki kelerengan 3-40% dan kedalaman tanah > 20 cm dan cocok untuk tanah dengan tingkat kesuburan rendah sampai sedang.
2. Silvipastura
            Sistem silvipastura sebenarnya bentuk lain dari tumpangsari, tetapi yang ditanam di sela-sela tanaman hutan bukan tanaman pangan melainkan tanaman pakan ternak, seperti rumput gajah, setaria, dll. Ada beberapa bentuk silvipastura yang dikenal di Indonesia antara lain (a) tanaman pakan di hutan tanaman industri, (b) tanaman pakan di hutan sekunder, (c) tanaman pohon-pohonan sebagai tanaman penghasil pakan dan (d) tanaman pakan sebagai pagar hidup.  Persyaratan Terutama untuk lereng agak curam dan curam dan Pemilihan jenis tanaman disesuaikan dengan keinginan petani. Jika tidak, akan mematikan motivasi petani menanam dan memelihara tanaman sampai menghasilkan.
3. Pemberian mulsa
Pemberian mulsa dimaksudkan untuk menutupi permukaan tanah agar terhindar dari pukulan butir hujan. Mulsa merupakan teknik pencegahan erosi yang cukup efektif. Jika bahan mulsa berasal dari bahan organik, maka mulsa juga berfungsi dalam pemeliharaan bahan organik tanah. Bahan organik yang dapat dijadikan mulsa dapat berasal dari sisa tanaman, hasil pangkasan tanaman pagar dari sistem pertanaman lorong, hasil pangkasan tanaman penutup tanah atau didatangkan dari luar lahan pertanian.
Fungsi lain mulsa adalah :
-   Jika sudah melapuk dapat meningkatkan kemampuan tanah menahan air sehingga air lebih tersedia untuk pertumbuhan tanaman, dan memperkuat agregat tanah.
-   Mengurangi kecepatan serta daya kikis aliran permukaan.
-   Mengurangi evaporasi, memperkecil fluktuasi suhu tanah, meningkatkan jumlah pori aerasi sebagai akibat meningkatnya kegiatan jasad hidup di dalam tanah dan meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah.
-   Menyediakan sebagian zat hara bagi tanaman.
-   Dianjurkan menggunakan 6 ton mulsa/ha/tahun atau lebih. Bahan mulsa yang paling mudah didapatkan adalah sisa tanaman.
-   Mulsa diberikan dengan jalan menyebarkan bahan organik secara merata di permukaan tanah.
-   Bahan mulsa yang baik adalah bahan yang sukar melapuk seperti jerami padi dan batang jagung.
-   Mulsa dapat juga diberikan ke dalam lubang yang dibuat khusus dan disebut sebagai mulsa vertikal.

c.         Metode Kimiawi
Merupakan metode yang memanfaatkan soil conditioner atau bahan-bahan pemantap tanah dalam hal memperbaiki struktur tanah sehingga tanah akan tetap resisten terhadap erosi.
Bahan kimia akan berpengaruh pada permeabilitas tanah, dan juga akan memperbaiki pertumbuhan tanaman semusim pada tanah liat. 

C. KTA di Paingan dengan Teknik Mulsa

Pada gambar di atas diperlihatkan bagaimana pengelohan KTA dengan sistem mulsa.yaitu tanah dilapisi dengan plastik yang berperan melinduni zat hara yang dikandung tanah dan juga melindungi tanaman cabai yang diperihara dari hama dan gulma. dengan teknik ini tanah akan menjadi lebih subur dan air tidak tercemar bahan seperti peptisida. 

Teknik mulsa yang terdapat di sawah Paingan merupakan mulsa vertikal yang dirancang mengikuti kontur. parit kontur dibuat dengan lebar kurang lebih 25 cm dan dalam 25 cm diisi dengan mulsa. Parit ini berfungsi menampung dan merembeskan air dan mengendapkan sendimen yang terbawa air dan menurut Fairbourn dan Gardner (1972), alur yang diberikan mulsa vertikal akan meningkatkan infiltrasi lebih besar daripada alur tanpa mulsa, mulsa vertikal dapat menghemat air 41 % lebih besar dibandingkan tanpa mulsa.

Keuntungan teknik ini ialah:

  1. Cara ini efektif mengendalikan erosi dan aliran permukaan
  2. Tanah yang tererosi tertahan dan tidak hanyut ke lahan daerah lain.
  3. Kompos dari mulsa.
Kelemahan Teknik ini:
Tambahan tenaga kerja untuk mengawasi tumbuhan.


Daftar Pustaka
Beydha, Inon, 2002, Konservasi Tanah Dan Air Di Indonesia Kenyataan dan Harapan,   Universitas Sumatera Utara, diakses 9 November 2012.
Beliana, Ana, 2012, Analisis Konservasi Lahan Perkebunan Kopi di Desa Lengkese, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, http://rizka-agroteknologi.blogspot.com/2012/06/jurnal-konservasi-tanah-dan-air.html, diakses 9 November 2012.

Aidia, 2011, Metode Vegetatif Pada Konservasi Tanah dan Air, http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/07/metode-vegetatif-pada-konservasi-tanah.html, diakses 9 November 2012.

Kyaine, 2008, Konservasi Tanah dan Air dengan Metode Vegetatif, http://padeblogan.com/2008/11/02/konservasi-tanah-dan-air-dengan-metode-vegetatif/, diakses 9 November 2012.

Departemen Pertanian, 2007, Petunjuk Teknis Teknologi Konservasi Tanah dan Air, Balai Besar LITBANG Sumber Daya Lahan Pertanian, diakses 9 November 2012.

Mawardi, 2011, Peranan Teras Kredit Sebagai Pengendali Laju Erosi Pada Lahan Bervegetasi Kacang Tanah, Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang, TEKNIS Vol. 6 No.3 Desember 2011 : 105 -113, diakses 9 November 2012.

Santoso, Joko, Teknologi Konservasi Tanah Vegetatif, diakses 9 November 2012.